BAB 2 – Penalaran dan Karangan

Sub-CPMK

Mahasiswa dapat menginterpretasikan pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai penalaran dan karangan.

Bahan Kajian

  1. Pengertian Penalaran
  2. Jenis-jenis penalaran
  3. Pengertian karangan
  4. Jenis-jenis karangan
  5. Elemen penting menyusun karangan

A.  Pendahuluan

Selamat datang di CPMK 2! di sini kita akan membahas tentang penalaran dan karangan. Sebelum itu, kita akan membahas terlebih dahulu tentang apa itu penalaran serta jenis-jenis penalaran.

A. Pendahuluan
Halo sobat mahasiswa, di sini kita akan membahas tentang penalaran dan karangan. Sebelum itu, kita akan membahas terlebih dahulu tentang apa itu penalaran serta jenis-jenis penalaran.

B. Pengertian Penalaran

Menurut Fuadi dkk. (2016) penalaran, atau reasoning dalam bahasa Inggris, adalah serangkaian aktivitas yang secara sadar menerapkan prinsip-prinsip logika untuk mencapai suatu kesimpulan baru dari satu atau lebih premis yang diketahui. Ini melibatkan kemampuan sadar untuk menerapkan logika dalam menginterpretasikan informasi baru atau yang sudah ada untuk mencapai kesimpulan yang valid. Proses ini juga melibatkan penggunaan pola-pola beragam untuk mencari kebenaran. Penalaran tidak hanya terbatas pada penggunaan logika, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang berakar pada pengamatan empiris, menghasilkan konsep-konsep baru dan penjabaran. Pengamatan ini menjadi dasar bagi pembentukan proposisi-proposisi yang kemudian digunakan untuk menyimpulkan proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Hubungan antara premis dan konklusi ini disebut konsekuensi. Menurut Sumartini (2015) penalaran adalah cara menggunakan nalar atau berpikir logis dalam mengembangkan pikiran dari fakta-fakta atau prinsip-prinsip yang ada. Secara ilmiah, penalaran adalah metode berpikir khusus untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, sehingga tidak semua kegiatan berpikir dapat dikategorikan sebagai penalaran. Misalnya, aktivitas seperti mengingat-ingat sesuatu atau melamun bukanlah bentuk dari penalaran. Dengan demikian, penalaran adalah proses berpikir yang menggunakan logika untuk menarik kesimpulan dari fakta-fakta (premis) yang dianggap benar.

Pengertian dasar penalaran merupakan pernyataan yang kemudian digunakan dalam analisis dan perbandingan. Secara etimologis, penalaran berasal dari kata dasar “nalar” yang merujuk pada pertimbangan mengenai kebaikan dan keburukan serta akal budi yang menjadi dasar bagi setiap keputusan yang rasional. Penalaran dengan akal dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menjelaskan dan menilai apakah suatu pernyataan masuk akal. Mengingat manusia sebagai makhluk yang berpikir, merasa, bertindak, dan bersikap, penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak dengan simbol sebagai perwujudannya. Proposisi simbol dalam penalaran berbentuk pernyataan, yang dalam penalaran menjadi argumen yang menentukan kebenaran konklusi dari premis (Putri dkk., 2019).

Dari uraian di atas, jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia saling terkait, sehingga penalaran memerlukan proposisi yang mengandaikan pengertian. Maka, dapat dikatakan bahwa tidak ada proposisi tanpa pengertian, dan tidak ada penalaran tanpa proposisi. Pengertian yang diperluas akan menghasilkan proposisi, yang kemudian digunakan sebagai premis dalam penalaran. Atau dengan kata lain, untuk melakukan penalaran diperlukan proposisi, yang merupakan hasil dari serangkaian pengertian.

C. Jenis-Jenis Penalaran
a. Penalaran Induktif

Haryono & Tanujaya (2016) berpendapat bahwa Karangan induktif adalah jenis karangan yang menggunakan pendekatan logika induktif dalam penyusunannya. Pendekatan induktif ini berfokus pada penggunaan fakta, contoh konkret, atau pengalaman spesifik untuk mencapai sebuah kesimpulan umum. Dalam karangan induktif, penulis menggunakan data atau informasi yang spesifik untuk membentuk pandangan atau kesimpulan yang lebih umum.

Karangan induktif sering digunakan dalam tulisan ilmiah, esai, atau artikel yang bertujuan untuk menyelidiki, menganalisis, atau menarik kesimpulan dari data empiris. Pendekatan induktif ini memungkinkan penulis untuk membangun argumen yang kuat dan meyakinkan dengan didukung oleh fakta-fakta atau contoh konkret yang relevan. Bentuk-bentuk penalaran induktif antara lain sebagai berikut:

1). Generalisasi

Penalaran induktif generalisasi menurut Wiranto (2024) adalah proses penarikan kesimpulan umum atau generalisasi berdasarkan pengamatan atau data spesifik yang terbatas. Dalam penalaran ini, individu menggunakan informasi atau contoh yang spesifik untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum atau universal. Prosesnya mirip dengan pembentukan hipotesis dalam metode ilmiah.

Berikut adalah langkah-langkah dalam penalaran induktif generalisasi:

a). Pengamatan: Langkah pertama adalah melakukan pengamatan terhadap fenomena atau data tertentu yang relevan dengan topik yang ingin diteliti.

b). Pengumpulan Data: Kemudian, data atau contoh konkret yang relevan dengan topik tersebut dikumpulkan. Data ini bisa berupa hasil observasi, hasil eksperimen, atau data empiris lainnya.

c). Analisis Data: Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menemukan pola atau tren yang muncul. Tujuannya adalah untuk memahami hubungan antara berbagai variabel atau aspek yang diamati.

d). Generalisasi: Berdasarkan analisis data, individu menarik kesimpulan umum atau generalisasi yang berlaku untuk situasi yang lebih luas. Ini melibatkan membuat asumsi atau pernyataan tentang hubungan yang mungkin ada di luar data yang diamati.

e). Penguatan Generalisasi: Setelah menarik kesimpulan umum, langkah terakhir adalah memperkuat generalisasi tersebut dengan memberikan dukungan tambahan, seperti contoh tambahan atau referensi dari penelitian sebelumnya.

Penalaran induktif generalisasi memiliki beberapa kelemahan, termasuk risiko kesalahan karena penarikan kesimpulan yang terlalu jauh dari data yang tersedia, atau karena kurangnya representasi data yang memadai. Namun, dengan penggunaan metode yang hati-hati dan pemilihan data yang cermat, penalaran induktif generalisasi dapat menjadi alat yang berguna dalam menemukan pola atau tren dalam data empiris dan memahami fenomena yang lebih luas. Berikut merupakan contoh dari bentuk penalaran generalisasi:

Di sebuah sekolah inklusi, terdapat murid-murid dengan berbagai jenis disabilitas yang diajarkan dalam kelas reguler bersama dengan murid-murid tanpa disabilitas. Salah satu guru di sekolah ini ingin mengevaluasi pengaruh pendekatan inklusi terhadap perkembangan akademik dan sosial murid-
murid. Guru tersebut mencatat bahwa sebagian besar murid dengan disabilitas yang berpartisipasi dalam kelas inklusi menunjukkan peningkatan dalam kepercayaan diri dan keterampilan sosial mereka. Mereka juga menunjukkan peningkatan dalam pencapaian akademik mereka, seperti nilai matematika dan bahasa. Berdasarkan hasil ini, guru tersebut berasumsi bahwa pendekatan inklusi dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi semua murid dengan disabilitas di sekolah ini.

Bagaimana Anda menilai asumsi guru tersebut tentang manfaat pendekatan inklusi bagi murid-
murid dengan disabilitas? Apakah informasi yang diberikan sudah cukup untuk membuat
generalisasi seperti itu? Jelaskan pendapat Anda
dengan alasan yang tepat.

Dalam kasus ini, guru membuat generalisasi bahwa pendekatan inklusi secara umum memberikan manfaat yang signifikan bagi semua murid dengan disabilitas berdasarkan peningkatan yang diamati pada sebagian besar murid di sekolah tersebut. Untuk mengevaluasi validitas generalisasi ini, perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti variasi jenis disabilitas, tingkat dukungan yang diberikan kepada murid-murid dengan disabilitas, dan karakteristik masing-masing murid. Informasi yang diberikan oleh guru (peningkatan kepercayaan diri, keterampilan sosial, dan pencapaian akademik) merupakan indikator yang positif. Namun, untuk membuat generalisasi yang kuat, diperlukan data lebih lanjut yang mencakup berbagai jenis disabilitas, hasil yang lebih spesifik dari masing-masing murid, serta perbandingan dengan kelompok kontrol atau data sebelum implementasi pendekatan inklusi.

2). Analogi

Penalaran induktif analogi menurut Rizkia (2023) adalah proses penarikan kesimpulan tentang suatu situasi atau fenomena berdasarkan kesamaan atau kemiripan dengan situasi atau fenomena lain yang sudah dikenal atau diamati sebelumnya. Dalam penalaran ini, analogi digunakan untuk memperluas pemahaman atau memprediksi hasil dalam suatu konteks yang belum dikenal.

Berikut adalah langkah-langkah dalam penalaran induktif analogi:

a). Identifikasi Analogi: Langkah pertama adalah mengidentifikasi kesamaan atau kemiripan antara dua situasi atau fenomena yang berbeda. Analogi dapat ditemukan dalam berbagai konteks, seperti alam, kehidupan sehari-hari, atau bidang ilmiah.

b). Analisis Analogi: Setelah analogi diidentifikasi, dilakukan analisis terhadap kesamaan atau kemiripan tersebut. Hal ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana karakteristik atau aspek tertentu dari satu situasi dapat diterapkan pada situasi lain.

c). Penarikan Kesimpulan: Berdasarkan analisis analogi, kesimpulan umum atau prediksi tentang situasi yang belum dikenal dapat ditarik. Ini melibatkan membuat asumsi atau hipotesis tentang bagaimana situasi yang serupa dalam beberapa aspek akan bereaksi atau berkembang.

d). Penguatan Kesimpulan: Setelah kesimpulan ditarik, langkah terakhir adalah memperkuat kesimpulan tersebut dengan memberikan dukungan tambahan, seperti data empiris atau contoh konkret yang mendukung analogi yang dibuat.

Penalaran induktif analogi memiliki keunggulan dalam membantu pemahaman tentang situasi yang kompleks atau tidak familiar dengan menggunakan analogi yang lebih sederhana atau sudah dikenal. Namun, penting untuk diingat bahwa analogi tidak selalu sempurna, dan kesimpulan yang ditarik dari analogi perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Kesamaan antara dua situasi tidak selalu menjamin bahwa hasil atau karakteristik dari satu situasi akan sama persis dengan yang lain.

Mahasiswa berkebutuhan khusus dapat dibandingkan dengan tentara dalam berbagai hal. Seperti halnya seorang tentara yang dilatih dengan keterampilan khusus untuk menghadapi berbagai situasi di medan perang, mahasiswa berkebutuhan khusus juga membutuhkan pendekatan dan dukungan khusus dalam menyelesaikan studinya. Mereka seperti pasukan elit yang dilatih secara intensif untuk mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin mereka hadapi di lingkungan akademis, seperti aksesibilitas, adaptasi terhadap lingkungan belajar, atau strategi belajar yang disesuaikan. Sama seperti tentara yang harus bekerja dalam tim dan mengandalkan bantuan rekan-rekan mereka, mahasiswa berkebutuhan khusus juga dapat mengandalkan komunitas akademik dan dukungan tambahan untuk mencapai kesuksesan mereka. Analogi ini menggambarkan betapa pentingnya pemberian sumber daya dan lingkungan yang mendukung bagi kedua kelompok ini agar dapat berfungsi secara optimal dalam peran mereka masing-masing.


3). Sebab Akibat

Penalaran induktif sebab-akibat menurut Nurlilia (2023) adalah proses penarikan kesimpulan tentang hubungan sebab-akibat antara dua atau lebih fenomena berdasarkan pengamatan atau data spesifik. Dalam penalaran ini, individu menggunakan informasi tentang hubungan sebab-akibat yang diamati untuk membuat asumsi atau prediksi tentang situasi yang belum diamati atau dipahami.

Berikut adalah langkah-langkah dalam penalaran induktif sebab-akibat:

a). Identifikasi Sebab-Akibat: Langkah pertama adalah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara dua fenomena atau peristiwa. Sebab adalah faktor atau kondisi yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa, sedangkan akibat adalah hasil atau konsekuensi dari peristiwa tersebut.

b). Pengumpulan Data: Setelah sebab-akibat diidentifikasi, data atau informasi yang relevan dengan hubungan tersebut dikumpulkan. Data ini bisa berupa pengamatan langsung, hasil penelitian sebelumnya, atau data empiris lainnya.

c). Analisis Data: Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menentukan kekuatan hubungan sebab-akibat antara fenomena yang diamati. Hal ini melibatkan penelusuran pola atau tren yang menunjukkan bahwa sebab tertentu cenderung menghasilkan akibat tertentu.

d). Penarikan Kesimpulan: Berdasarkan analisis data, kesimpulan tentang hubungan sebab-akibat yang lebih umum atau universal dapat ditarik. Ini melibatkan membuat asumsi atau prediksi tentang hubungan sebab-akibat yang mungkin ada di luar data yang diamati.

e). Penguatan Kesimpulan: Setelah kesimpulan ditarik, langkah terakhir adalah memperkuat kesimpulan tersebut dengan memberikan dukungan tambahan, seperti data tambahan atau contoh konkret yang mendukung hubungan sebab-akibat yang diidentifikasi.

Penalaran induktif sebab-akibat dapat membantu individu memahami penyebab dari suatu fenomena atau peristiwa, serta memprediksi konsekuensi dari tindakan tertentu. Namun, penting untuk diingat bahwa hubungan sebab-akibat tidak selalu bersifat kausal atau pasti, dan kesimpulan yang ditarik perlu dipertimbangkan dengan hati-hati berdasarkan kekuatan bukti yang ada. Berikut adalah contoh kalimat penalaran induktif sebab-akibat:

Rekan mahasiswa yang budiman, setelah kalian memahami tentang pengertian, jenis, serta contoh dari penalaran induktif, selanjutnya kita akan mempelajari tentang pengertian penalaran deduktif, jenis, beserta contoh-contoh nya. Selanjutnya kita simak pembahasan berikut ini.

b. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah proses penarikan kesimpulan yang mengikuti logika dari yang umum atau umum ke yang khusus atau spesifik. Dalam penalaran deduktif, kesimpulan yang dihasilkan adalah suatu konsekuensi logis dari premis-premis yang telah diterima sebagai benar. Dengan kata lain, dalam penalaran deduktif, kesimpulan yang dihasilkan sudah terkandung dalam premis-premis yang diberikan (Fajriyah & Hadi, 2023).

Menurut Mulkis dkk. (2024) Penalaran deduktif sering digunakan dalam matematika, logika, dan ilmu formal lainnya, serta dalam proses pembuktian dan argumen ilmiah. Penalaran deduktif memungkinkan untuk menarik kesimpulan yang pasti dan akurat dari premis-premis yang diberikan, sehingga merupakan alat yang penting dalam berpikir logis dan analitis. Bentuk-bentuk penalaran induktif antara lain sebagai berikut:

1). Penalaran Deduktif Silogisme

Deduktif silogisme menurut Khanifah dkk. (2024) adalah suatu bentuk penalaran deduktif yang terdiri dari dua premis yang mendukung suatu kesimpulan. Dalam silogisme, terdapat dua proposisi yang disebut premis mayor (major premise) dan premis minor (minor premise), serta sebuah kesimpulan yang dihasilkan dari kedua premis tersebut.

Berikut adalah struktur umum dari deduktif silogisme:

a). Premis Mayor (Major Premise): Premis yang menyatakan hubungan umum antara kategori atau kelompok tertentu.

b). Premis Minor (Minor Premise): Premis yang menyatakan hubungan spesifik antara suatu contoh atau kasus tertentu dengan kategori yang sama yang disebutkan dalam premis mayor.

c). Kesimpulan: Kesimpulan yang ditarik dari kedua premis tersebut berdasarkan hubungan yang dinyatakan dalam premis mayor dan premis minor.

Premis 1: Semua tindakan perundungan merugikan korban yang diperundung.

Premis 2: Siswa dengan disabilitas sering menjadi target perundungan di sekolah.

Kesimpulan: Oleh karena itu, semua siswa dengan disabilitas yang diperundung mengalami kerugian karena tindakan perundungan.

2). Penalaran Deduktif Entimen

Penalaran deduktif menurut Dewi dkk. (2023) dengan menggunakan entimen merupakan suatu bentuk logika deduktif yang melibatkan suatu premis yang tidak dinyatakan secara langsung, tetapi diimplikasikan atau tersirat dari konteks atau keadaan tertentu. Premis yang tidak langsung ini seringkali didasarkan pada pengetahuan umum atau keyakinan yang telah diterima secara luas.

Penalaran deduktif dengan entimen sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dan dalam membaca teks atau argumen yang tidak selalu menyatakan semua premis secara langsung. Kemampuan untuk mengenali premis yang tersirat ini dapat membantu dalam membuat kesimpulan yang logis dan tepat (Febriyani, 2023).

“Saya merasa frustrasi ketika tidak ada fasilitas yang memadai untuk mendukung kebutuhan auditif saya di dalam kelas.”

Ayo cermati dan analisis contoh tersebut!

Kalimat ini mencerminkan perasaan frustrasi karena mahasiswa menghadapi kesulitan dalam mengakses informasi secara optimal akibat kurangnya fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan auditifnya. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas belajar dan rasa percaya diri mereka dalam lingkungan akademis.

D. Pengertian Karangan

Nah kalian sudah mengerti tentang penalaran kan? selanjutnya kita akan membahas tentang bab karangan. di sini kita akan membahas tentang pengertian karangan serta jenis-jenis karangan. Mari simak bab berikut!

Karangan adalah sebuah tulisan yang memaparkan atau mengungkapkan suatu gagasan, pendapat, atau informasi tentang suatu topik atau tema tertentu. Dalam konteks penulisan, karangan sering kali merupakan bentuk komposisi tulisan yang lebih luas daripada esai atau artikel, tetapi lebih pendek daripada karya ilmiah atau buku. Karangan bisa ditulis dalam berbagai gaya dan genre, seperti naratif, deskriptif, argumentatif, atau ekspositori. Karangan dapat ditulis untuk berbagai tujuan, seperti menghibur, mengajar, menginformasikan, atau meyakinkan pembaca. Oleh karena itu, gaya dan struktur karangan dapat bervariasi tergantung pada konteksnya, misalnya karangan naratif mungkin memiliki alur cerita yang jelas, sementara karangan argumentatif cenderung memiliki struktur yang lebih logis dan terorganisir untuk mendukung sebuah pendapat atau klaim (Telaumbanua, 2023).

E. Jenis-Jenis Karangan
a). Karangan Naratif
Karangan naratif adalah jenis tulisan atau karya sastra yang berfokus pada penceritaan suatu kisah atau cerita dengan menggunakan alur cerita, karakter, latar, dan konflik untuk menghibur pembaca (Sugiharti & Oktaviana, 2023). Dalam karangan naratif, penulis menghadirkan narasi yang mengalir secara kronologis atau sekuensial, memperkenalkan tokoh-tokoh, menggambarkan latar tempat dan waktu, serta menyajikan konflik atau peristiwa yang membangun ketegangan dalam cerita. Tujuan utama dari karangan naratif adalah menghibur pembaca dengan memasukkan mereka ke dalam dunia imajinatif yang diciptakan oleh penulis. Melalui karakter-karakter yang hidup, alur cerita yang menarik, dan konflik yang membingkai kisah, karangan naratif dapat menciptakan pengalaman membaca yang menyenangkan dan memikat. Dalam konteks pendidikan, karangan naratif juga sering digunakan sebagai salah satu bentuk latihan menulis di sekolah untuk mengembangkan keterampilan bercerita, penggunaan bahasa yang tepat, serta kemampuan menyusun struktur narasi yang baik (Khasanah dkk., 2024).

Ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di kampus ini, rasa tidak percaya mendominasi pikiranku. Sebagai mahasiswa dengan gangguan penglihatan, setiap sudut kampus ini terasa seperti labirin yang membingungkan. Namun, setiap hari adalah petualangan baru yang penuh dengan keajaiban dan tantangan. Pada hari pertama kuliah, aku merasa campur aduk antara antusiasme dan kecemasan. Bagaimana aku bisa berinteraksi dengan teman-teman sekelas tanpa melihat wajah mereka? Bagaimana aku bisa membaca materi kuliah tanpa melihat buku-buku teks yang tebal? Namun, dengan setiap kesulitan yang kujumpai, aku belajar untuk mencari solusi yang kreatif. Teman-teman sekelas yang baik hati menjadi mata tambahan bagiku, menceritakan dan menjelaskan apa yang terjadi di sekelilingku. Dosen-dosen yang peduli memfasilitasi aksesibilitas terbaik yang mereka bisa, dari materi kuliah dalam format digital hingga perangkat bantu di ruang kuliah. Setiap langkah kecilku di kampus ini adalah bukti bahwa kehidupan tidak pernah berhenti memberikan pelajaran. Di balik ketidaksempurnaan fisikku, aku belajar untuk menghargai kekuatan dalam keterbatasan, dan untuk itu aku bersyukur.

b). Karangan Deskriptif

Karangan Deskriptif menurut Dewi dkk. (2023) jenis tulisan yang bertujuan untuk menggambarkan suatu objek, tempat, peristiwa, atau pengalaman dengan detail dan imajinatif. Tujuannya adalah untuk membangkitkan gambaran yang jelas dan mendalam dalam pikiran pembaca tentang apa yang dideskripsikan. Siregar (2023) berpendapat bahwa tujuan utama dari karangan deskriptif adalah untuk menggambarkan suatu objek, tempat, peristiwa, atau pengalaman dengan detail yang mendalam sehingga membentuk gambaran yang jelas dan hidup dalam pikiran pembaca. Tujuan khusus dari karangan deskriptif dapat meliputi: Memberikan gambaran yang detail dan imajinatif, menginspirasi dan memotivasi, menghibur dan memikat perhatian, membangun koneksi emosional, serta mendukung tujuan edukatif atau informasional penting untuk dipahami oleh pembaca. Dengan demikian, tujuan utama dari karangan deskriptif adalah untuk mengkomunikasikan pengalaman visual dan sensorik secara efektif kepada pembaca sehingga mereka dapat memahami, merasakan, dan mengapresiasi objek atau pengalaman yang dideskripsikan dengan cara yang mendalam dan personal.

Rudi adalah mahasiswa berkebutuhan khusus yang penuh semangat dan tekun dalam mengejar impian akademisnya. Meskipun dia menghadapi hambatan sebagai mahasiswa dengan disabilitas pendengaran, kegigihannya dalam mengatasi setiap tantangan mempesona. Setiap hari, dia tiba di kampus dengan senyum ceria di wajahnya, siap untuk menghadapi apa pun yang menantangnya. Saat berada di dalam kelas, Rudi duduk di barisan depan dengan ponselnya yang dilengkapi dengan aplikasi terjemahan bahasa isyarat, yang membantunya untuk tetap terhubung dengan materi kuliah dan interaksi dengan teman-teman sekelasnya. Ketika dia berbicara, ekspresi wajahnya dan gerakan tangannya yang lincah menjadi bahasa yang menarik untuk menyampaikan pikirannya dengan jelas dan tegas. Meskipun sering kali dia memerlukan waktu ekstra untuk memproses informasi, keuletannya dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep akademis menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Di luar kelas, Rudi adalah sosok yang dihormati dan disukai oleh banyak orang karena sikapnya yang ramah dan kemampuannya untuk mengatasi tantangan dengan penuh semangat.

c). Karangan Argumentatif
Karangan argumentatif adalah jenis tulisan atau karya sastra yang bertujuan untuk mengemukakan suatu argumen atau pendapat tertentu tentang suatu topik atau isu yang kontroversial. Dalam karangan argumentatif, penulis menguraikan dan mendukung argumennya dengan menggunakan bukti, data, fakta, dan logika yang kuat untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran atau kevalidan pendapatnya (Zendrato dkk. 2023). Tujuan utama dari karangan argumentatif adalah untuk meyakinkan pembaca agar memahami dan menerima pandangan atau posisi penulis tentang suatu isu. Untuk mencapai tujuan ini, penulis perlu menyajikan argumen yang jelas, logis, dan terorganisir dengan baik, serta memberikan bukti atau dukungan yang relevan dan kuat. Melalui karangan argumentatif, pembaca diharapkan dapat mempertimbangkan berbagai sudut pandang tentang suatu isu, serta mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang argumen yang disajikan oleh penulis. Karangan ini juga dapat menjadi sarana untuk memicu diskusi, debat, atau refleksi tentang berbagai isu yang relevan dalam masyarakat (Sudarja, 2024).

Mahasiswa berkebutuhan khusus seperti Rina memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan aksesibilitas penuh di lingkungan kampus. Dukungan yang tepat, baik dalam bentuk teknologi asistif maupun perubahan lingkungan, bukan hanya sebuah opsi tetapi sebuah keharusan. Kampus harus menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk memastikan bahwa semua mahasiswa, termasuk mereka yang memiliki disabilitas, dapat belajar dengan cara yang paling efektif bagi mereka. Ini bukan hanya masalah kesetaraan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan inklusif yang memperkaya pengalaman belajar bagi semua individu. Mengabaikan kebutuhan khusus mahasiswa berarti menghalangi potensi besar yang dapat mereka capai dan merampas hak mereka untuk tumbuh dan berkontribusi dalam masyarakat secara penuh.


d). Karangan Ekspositori
Karangan ekspositori adalah jenis tulisan atau karya sastra yang bertujuan untuk menjelaskan, menguraikan, atau menginformasikan suatu topik atau konsep secara terperinci dan obyektif (Putri, 2023). Dalam karangan ekspositori, penulis menyajikan informasi atau penjelasan yang berbasis fakta, data, dan logika, tanpa menyertakan opini pribadi atau argumen subjektif. Tujuan utama dari karangan ekspositori adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik atau konsep kepada pembaca (Fitria, 2023). Untuk mencapai tujuan ini, penulis perlu menyajikan informasi yang terstruktur dan terorganisir dengan baik, serta menggunakan bahasa yang jelas, lugas, dan mudah dipahami. Melalui karangan ekspositori, pembaca diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik atau konsep, serta mampu mengaplikasikan informasi tersebut dalam konteks yang relevan. Karangan ini juga dapat menjadi sumber referensi yang berguna bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang topik yang dibahas (Pasiri, 2023).

Mahasiswa berkebutuhan khusus membutuhkan dukungan yang terstruktur dan terencana untuk meraih kesuksesan akademis. Dalam konteks ini, ada berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dihadapi, seperti disabilitas fisik, pendengaran, penglihatan, atau belajar. Misalnya, mahasiswa dengan disabilitas pendengaran mungkin memerlukan teknologi bantu seperti penerjemah bahasa isyarat atau fasilitas ruang kuliah yang dilengkapi dengan sistem loop induksi untuk memfasilitasi komunikasi dan akses informasi yang lebih baik. Selain itu, mahasiswa dengan disabilitas belajar sering memerlukan strategi pembelajaran yang disesuaikan, seperti catatan kuliah yang disediakan sebelumnya atau waktu tambahan untuk menyelesaikan ujian. Upaya untuk memenuhi kebutuhan ini bukan hanya tentang menciptakan lingkungan yang inklusif, tetapi juga memberikan kesempatan yang setara bagi semua mahasiswa untuk belajar dan tumbuh sesuai dengan potensi mereka.

Menurut Rahmawati dkk. (2024) berikut adalah elemen-elemen penting untuk menyusun sebuah kalimat karangan. Dengan memahami konsep-konsep tersebut, penulis dapat membuat karangan yang lebih efektif dan memiliki dampak yang lebih besar pada pembaca.

a. Topik: Ini adalah subjek utama yang dibahas dalam karangan. Topik dapat berupa apapun, mulai dari cerita fiksi, analisis, opini, hingga deskripsi tentang suatu peristiwa atau fenomena.

b. Gagasan Utama: Gagasan utama atau thesis statement adalah inti dari karangan. Ini adalah pernyataan atau ide utama yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Gagasan utama harus jelas, kuat, dan terkait erat dengan topik yang dibahas.

c. Pendukung Gagasan: Pendukung gagasan adalah detail, fakta, atau argumen yang digunakan oleh penulis untuk mendukung gagasan utama. Ini dapat berupa bukti empiris, contoh konkret, data statistik, kutipan dari sumber yang terpercaya, atau alasan logis.

d. Struktur Karangan: Struktur karangan mengacu pada susunan atau tata letak tulisan. Struktur yang baik membantu pembaca memahami alur pemikiran penulis dengan lebih mudah. Umumnya, karangan terdiri dari pendahuluan (introduction), isi (body), dan kesimpulan (conclusion).

e. Gaya Penulisan: Gaya penulisan mencakup pemilihan kata, penggunaan kalimat, dan penggunaan bahasa yang sesuai dengan konteks dan tujuan karangan. Gaya penulisan yang baik dapat meningkatkan daya tarik dan efektivitas karangan.

f. Kohesi dan Koherensi: Kohesi dan koherensi merujuk pada keterkaitan antarbagian dalam karangan, sedangkan koherensi mengacu pada keselarasan atau kelogisan dari seluruh karangan. Kedua konsep ini membantu menjaga agar karangan terasa terorganisir dan mudah dipahami oleh pembaca.

g. Tujuan Karangan: Setiap karangan memiliki tujuan tertentu, seperti meyakinkan pembaca, menghibur, memberikan informasi, atau mengajak pembaca untuk bertindak. Penulis harus jelas tentang tujuan mereka saat menulis karangan agar dapat mencapai hasil yang diinginkan.

F. Rangkuman

Penalaran merupakan kemampuan untuk menyusun argumen atau pendapat secara logis dan konsisten berdasarkan bukti atau alasan yang relevan. Dalam konteks penulisan karangan, kemampuan penalaran memainkan peran penting dalam menyampaikan gagasan atau pendapat dengan jelas dan persuasif kepada pembaca. Proses penalaran dimulai dengan merumuskan premis-premis atau dasar-dasar yang mendukung suatu argumen, kemudian mengembangkannya dengan penjelasan yang logis dan bukti-bukti yang mendukung. Setiap premis dan kesimpulan harus saling terhubung secara kohesif untuk memastikan keberhasilan dalam mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan.

Dalam menulis karangan, penggunaan penalaran yang efektif dapat membantu membangun struktur yang jelas dan memperkuat argumen yang disajikan. Kemampuan untuk menyusun premis-premis yang kuat dan mengikatnya dengan alur berpikir yang konsisten akan meningkatkan kejelasan dan persuasivitas tulisan. Oleh karena itu, penalaran tidak hanya merupakan keterampilan intelektual, tetapi juga merupakan kunci dalam mengembangkan karangan yang informatif dan meyakinkan bagi pembaca.

G. Latihan
Adi adalah siswa kelas 6 yang diminta oleh gurunya
untuk menulis sebuah karangan tentang liburan
favoritnya. Adi suka berlibur ke pantai dan gunung.
Namun, ia memilih untuk menulis tentang
pengalamannya di pantai karena dia merasa lebih
banyak cerita menarik untuk dibagikan.

  1. Mengapa Adi memilih untuk menulis tentang liburan
    di pantai?

A. Karena dia tidak pernah pergi ke gunung.
B. Karena pengalaman di pantai memberinya lebih
banyak cerita menarik.
C. Karena guru menginginkan itu.
D. Karena dia tidak tahu apa yang harus ditulis.
Sinta sedang menulis sebuah karangan deskriptif
tentang hutan tropis. Dia ingin menggambarkan
kekayaan flora dan fauna yang ada di sana. Diantara
kata-kata berikut, mana yang paling tepat untuk
digunakan dalam deskripsi Sinta?

  1. Kata yang tepat untuk menggambarkan hutan tropis
    adalah:
    A. Kering
    B. Dingin
    C. Lebat
    D. Gurun
    Rudi membaca sebuah artikel tentang perubahan iklim
    di majalah sains. Artikel tersebut menyatakan bahwa
    suhu global meningkat dan cuaca menjadi lebih
    ekstrem. Berdasarkan informasi ini, apa kesimpulan
    yang dapat diambil oleh Rudi?
  2. Kesimpulan yang tepat dari informasi dalam artikel
    adalah:

A. Perubahan iklim tidak berdampak apa-apa.
B. Suhu global akan turun secara drastis.
C. Perubahan iklim dapat menyebabkan cuaca yang
lebih ekstrem.
D. Cuaca tidak akan berubah.
Ana sedang membaca sebuah artikel editorial tentang
pentingnya mendaur ulang sampah plastik untuk
lingkungan. Penulis artikel menyajikan data tentang
jumlah sampah plastik yang memenuhi lautan dan
bahaya bagi kehidupan laut. Apa argumen yang
dikemukakan oleh penulis artikel ini?

  1. Argumen utama dari penulis artikel adalah:
    A. Plastik tidak berbahaya bagi lingkungan.
    B. Mendaur ulang sampah plastik dapat mengurangi
    pencemaran laut.
    C. Sampah plastik tidak mempengaruhi kehidupan laut.
    D. Sampah plastik tidak perlu didaur ulang.
    Budi ingin menulis sebuah cerita pendek tentang
    petualangan di hutan. Dia memulai dengan
    menggambarkan setting hutan yang lebat dan
    misterius, kemudian memperkenalkan karakter utama
    yang penasaran dengan keberadaan makhluk mitos di
    dalamnya. Setelah itu, dia menggambarkan

petualangan karakter utama dalam menemukan
makhluk tersebut.

  1. Apa langkah berikutnya yang paling tepat untuk
    diambil oleh Budi dalam menulis ceritanya?
    A. Menceritakan akhir cerita dengan menemukan
    makhluk mitos.
    B. Memperkenalkan karakter pendukung yang
    membantu dalam petualangan.
    C. Menceritakan latar belakang karakter utama.
    D. Menyimpulkan cerita dengan menggambarkan
    kebahagiaan karakter utama setelah petualangan.

Jawaban:

  1. B. Karena pengalaman di pantai memberinya lebih
    banyak cerita menarik.
  2. C. Lebat
  3. C. Perubahan iklim dapat menyebabkan cuaca yang
    lebih ekstrem.
  4. B. Mendaur ulang sampah plastik dapat mengurangi
    pencemaran laut.
  5. A. Menceritakan akhir cerita dengan menemukan
    makhluk mitos.

H. Evaluasi

  1. Dita adalah seorang siswa yang senang menulis
    cerita. Dia diberikan tugas oleh guru bahasa
    Indonesia untuk menulis karangan narasi tentang
    petualangan di alam liar. Dita memiliki dua
    pengalaman yang menarik untuk dipilih sebagai
    tema karangannya: pertama, perjalanan
    menyeberang sungai yang deras di hutan belantara;
    kedua, kemah malam di tepi danau yang tenang.
    Dari kedua pilihan ini, jelaskan pilihan tema yang
    menurutmu paling menarik untuk dikembangkan
    dalam karangan narasi, serta alasan mengapa kamu
    memilih tema tersebut.
  2. Andi sedang menulis karangan deskriptif tentang
    pengalaman petualangan di gunung. Dia ingin
    menggambarkan kesan dan suasana yang dia
    rasakan saat mendaki. Pilihlah kata-kata yang
    paling tepat dan mendetail untuk menggambarkan
    keadaan di gunung tersebut, serta jelaskan alasan
    mengapa kata-kata tersebut dipilih.
  3. Rina membaca sebuah artikel tentang manfaat
    membaca buku. Artikel tersebut menyebutkan
    bahwa membaca buku dapat meningkatkan daya
    ingat, mengurangi stres, dan meningkatkan empati.
    Berdasarkan informasi ini, jelaskan manfaat utama
    membaca buku yang menurutmu paling berharga,
    serta alasan mengapa manfaat tersebut begitu
    penting dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Bayu sedang menulis esai persuasif tentang
    pentingnya menjaga lingkungan. Argumen utama
    yang dia gunakan adalah bahwa kebersihan

lingkungan dapat menjaga kesehatan masyarakat,
mengurangi polusi udara, dan melindungi
keanekaragaman hayati. Pilihlah satu dari argumen
tersebut, dan jelaskan bagaimana argumen tersebut
dapat mempengaruhi perilaku individu dalam
menjaga lingkungan.

  1. Sari ingin menulis sebuah cerita pendek tentang
    petualangan di hutan yang penuh misteri. Dia
    memulai dengan menggambarkan setting hutan
    yang gelap dan penuh dengan suara hewan-hewan
    malam. Langkah berikutnya yang menurutmu
    paling tepat untuk Sari dalam mengembangkan
    ceritanya, serta jelaskan alasan mengapa langkah
    tersebut penting untuk membangun ketegangan
    dan ketertarikan pembaca.

I. Daftar Referensi
Dewi, A. Y., Pebriana, P. H., Ananda, R., Pahrul, Y., &
Sumianto, S. (2023). Peningkatan Keterampilan
Menulis Karangan Deskripsi Menggunakan

Metode Field Trip Siswa Sekolah Dasar. Al-
Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah

Ibtidaiyah, 7(1), 185-193.
http://dx.doi.org/10.35931/am.v7i1.1492.
Dewi, P., Nasution, T. A., Ahmad, W., & Nasution, F.
(2023). Keterampilan Berpikir sebagai Bagian dari
Proses Kognitif Kompleks Siswa. Jurnal Dirosah
Islamiyah, 5(2), 544-552.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Buka WhatsApp
Bahan Ajar Bahasa Indonesia
Hai kak 👋
Ada yang bisa kami bantu?